Semua keputusan yang kita ambil itu salah.
Merupakan satu kalimat tamparan nan membekas tulisan Kurniawan Gunadi, salah satu di antara jajaran penulis buku Bertumbuh. Semua keputusan yang kita buat terdiri dari banyak pilihan beresiko. Sejatinya semua keputusan itu salah jika dilihat dari sisi negatif, maksudnya tiap keadaan selalu memiliki dua sisi antara baik dan buruknya, kan? Nah, tugas kita setelah menentukan keputusan adalah membuktikan bahwa keputusan itu memang yang terbaik.
Bertumbuh ini buku bergenre self improvement, sejenis buku pengembangan diri gitu lah. Ditulis oleh 5 sekawan, Satria Maulana, Kurniawan Gunadi, Iqbal Hariadi, Mutia Prawitasari dan Novie Octaviane Mufti. Di antara jajaran penulisnya tulisan milik Kuriawan Gunadi menjadi favorit saya, tidak bertele dan inti yang disampaikan makjlebb kalau nggak boleh dibilang makjlebb ya mengena langsung tepat di hati gitulo maksudnya, fren.
Secara garis besar buku ini dibagi menjadi 5 bab, di antaranya bab pertama Bangun pagi yang berisi tentang harapan, pengorbanan, mewujudkan impian, upaya mengembangkan diri. Bab kedua dinamai Fokus pada tujuan hidupnya, berisi tentang proses baik mengelola waktu, menentukan pilihan, menanggung resiko dan berani memulai. Bab ketiga berjudul Tidak iri dengan pertumbuhan orang lain, ya seputar wawasan sebaiknya sikap kita dalam melihat dunia, melihat kehidupan orang lain dan sikap terhadap orang tua. Bab keempat tentang Banyak bersedekah, cenderung kepada gambaran impact berbagi, melakukan kebaikan, pengelolaan harta, kebermaknaan orang lain. Bab terakhir tentang Semakin bertambah keimanan ketakwan dan rasa syukur ya kecenderungannya tentang pemaknaan rasa syukur jujur pada bab ini saya banyak skip-nya.
Menjadi biasa, salah satu sub bab karya ya Kuniawan Gunadi lagi, memberi insight tentang tidak ada yang keliru dengan menjadi orang biasa karena ya kita tau sendiri toh surga tidak diciptakan hanya untuk orang eksis, yakan yakan? Nah diumpamakan penulis permasalahannya ketakutan yang dihadapi manusia di era sekarang adalah ketakutan menjadi biasa saja, takut jika dirinya hanyalah debu tak berguna. Padahal debu sekalipun masih berguna dipake tayamum. Dapet poinnya nggak? Kebermanfaatan. Ya garis bawahnya adalah tentang kebermanfaatan diri untuk hal-hal di sekitar kita. Cie kita.
Tapi kalau boleh jujur lagi, beberapa sub bab saya pribadi tidak menemukan korelasi dengan hidup saya. Terlebih tentang kebajikan orang tua atau betapa berharganya keluarga. Tapi saya yakin buku ini cocok dibaca pean yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga baik-baik saja nan bahagia. Tetap cocok juga buat kita semua yang membutuhkan perspektif baru dalam memahami kehidupan. Buku ini insightfull buat pean-pean yang baru punya kesadaran untuk mengenali diri, mengembangkan potensi diri, dan suatu buku pencerahan buat pean yang diliputi perasaan kenapa hidup pean gitu-gitu aja. Sampai sini paham nggak kenapa bukunya pake kata bertumbuh?
Kalau boleh ngasih rating, 8/10 lah untuk ukuran buku self improvement, karena isinya tuh daging semua gitulo.Tapi secara penggunaan bahasa masih agak berat terlebih buat saya yang lebih suka gaya pop nak muda bingitz. Butuh 3 bulan lebih kayaknya buat menyelesaikan buku ini saking agak beratnya pengunaan bahasanya yang nambah beban buat mencerna makna tiap paragraf. Yah, itu aja bab terakhir banyak di-skip kayak iklan yutub. Mungkin kapan-kapan saya akan pinjam buku ini ke Cucun lagi buat dibaca ulang kalau tiba-tiba saya di masa yang akan datang mulai kehilangan arah (lagi) wqwqwq~
Bye, trims dah nyempetin baca.